Wartanad.id - Aceh selatan - DPD II Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh Selatan melontarkan kritik keras terhadap Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan yang dinilai lamban merealisasikan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun Anggaran 2025.
Hingga pertengahan September, serapan anggaran masih di bawah 50 persen, menjadikan Aceh Selatan satu-satunya daerah yang belum direkomendasikan untuk penyaluran Salur II oleh BPKA dan DJPK.
Ketua KNPI Aceh Selatan, Rojiyan Norman, mengatakan keterlambatan ini bukan sekadar soal teknis, tetapi menunjukkan lemahnya tata kelola pemerintahan.
“ Kalau tidak ada percepatan, Aceh Selatan berisiko kehilangan Salur II DOKA. Dampaknya langsung ke rakyat, mulai dari pendidikan, kesehatan, pertanian, hingga infrastruktur,” kata Rojiyan, Senin, 15 September 2025.
KNPI menilai akar masalah ada pada lambannya administrasi di OPD. Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) disebut tidak rutin harian sehingga progres serapan macet.
Untuk itu, KNPI mendesak Bupati Mirwan MS turun tangan langsung dengan langkah konkret lembur penerbitan SPM, pembentukan clearing house harian di Setda, troubleshooting bersama BPKA dan Inspektorat, hingga publikasi dashboard realisasi setiap 24 jam agar publik bisa mengawasi.
Dalam laporan Update Syarat Salur II, Aceh Selatan berstatus merah karena belum memenuhi realisasi minimal 50 persen, output 15 persen, serta kelengkapan dokumen laporan dan reviu APIP.
“Ini bukan sekadar angka. Kegagalan ini berarti program tidak jalan, sementara daerah lain sudah melaju,” kata Rojiyan.
KNPI juga menyinggung kepemimpinan Bupati Mirwan yang dinilai sibuk meminta tambahan anggaran, padahal realisasi yang ada belum tuntas. Mereka membandingkan Aceh Selatan dengan Abdya yang sudah melunasi sebagian besar utang 2024 dan menjalankan program berjalan.
“Bupati Mirwan seharusnya bercermin. Abdya sudah beres, masyarakat sudah merasakan manfaat. Di Aceh Selatan, kapan mau bergerak,” sindirnya.
Menurut KNPI, rendahnya realisasi akan berimbas pada tertundanya penyaluran tahap kedua, terhambatnya pembangunan, hingga menurunnya kepercayaan publik.
“Akuntabilitas harus jalan beriringan dengan kecepatan. Waktu tinggal hitungan hari, pemerintah jangan hanya beri pernyataan normatif,” pungkas Rojiyan.(zasrial)