Wartanad.id - Transparansi Tender Indonesia TTI memberikan Warning kepada para Kepala SKPA di Aceh, Pasca Banjir bandang menimpa hampir seluruh wilayah Aceh meluluh lantakkan pasilitas umum seperti Jalan, Jembatan, Rumah ibadah, sekolah, dayah dan Pesantren hampir tak tersisa.ucap Nasruddin bahar koordinatpr TTI melalui pesan seluler 03/12/25
Nasruddin menambahkan,Musibah banjir bandang bisa saja menjadi "keuntungan" bagi oknum oknum yang bermental korup. Ambil saja contoh pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh dimana paket paket pengadaan bibit pertanian dan perkebunan jumlahnya sangat banyak. Jika ditelusuri ternyata paket pengadaan bibit di Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh berasal dari usulan Pokir Anggota DPRA.
Sambungnya,Jumlah pengadaan Bibit di Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh mencapai puluhan bahkan Ratusan milyar. Permainan pada pengadaan bibit sudah terjadi bertahun tahun yang melibatkan orang dalam, bahkan jika ditelita hampir semua penangkaran bibit milik orang Dinas atau keluarga orang Dinas. Modus korupsi dimulai sejak perencanaan sehingga mereka dengan mudah mengetahui berapa banyak kebutuhan bibit yang dianggarkan. Tidak ada lagi persaingan sehat semua sudah diatur tetmasuk harga bibit yang di MarkUp ratusan persen, misalnya harga bibit coklat ditingkat penangkar bisa menjual Rp.5.000 tapi dalam kontrak mereka buat harga mencapai Rp.17.000 begitu juga dengan bibit holti kultura jika bicara jujur boleh sama sama dilihat harga dalam kontrak.
Metode tender melalui Epurchasing menjadikan sistem pe gadaan ini semakin subur dengan korupsi, calon penyedia dipilih melalui ekatalog bukan lagi tawar menawar seperti tender terbuka, siapa yang punya link dengan Pejabatnya itulah yang bisa mendapatkan pekerjaan jika tidak jangan diharap sama sekali.tutur Nasruddin hahar
Ada satu persekongkolan yang sangat fatal yang sering terjadi dan itu jelas jelas melawan hukum. Pada prinsipnya tender itu ada barang yang ditawarkan baik itu sitem tender biasa maupun sistem ekatalog. Penyedia menawarkan produknya di etalase katalog dengan spesifikasi yang diinginkan oleh pengguna barang. Masalahnya terjadi pada barang yang dipajangkan di Katalog Elektonik itu Fiktif barang nya belum ada, bibitnya malah belum ditanam nah ..secara akal sehat apakah mungkin barangnya belum ada tapi kontrak pembelian sudah dibuat.
Aparat Penegak Hukum seharusnya melalukan uji petik apakah calon penagkar yang menang teder menyediakan bibit seperti yang ditawarkan, sudah menjadi rahasia umum banyak Oknum2 APH ikut bermain dan sama berkolaborasi melakukan perbuatan melawan hukum. Paket pengadaan seluruhnya dikalim punya angggota Dewan padahal Anggota Dewan hanya sebatas mengusulkan bukan pada tahap menentukan pemenang tender. Meskipun hanya isu tapi cash Back yang didapatkan anggota dewan bahkan mencapai 30%.
Beranikah APH mengangkat kasus ini, disaat Rakyat Aceh menderita dengan musibah banjir disaat yang sama para penjahat ini memanfaatkan nya untuk mengeruk keuntungan pribadi.tutup Nasrudin bahar