-->
  • Jelajahi

    Copyright © WARTANAD.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Aceh

    Pertambangan Emas Ilegal Masih Marak di Geumpang

    Nov 25, 2019, 4:25 PM WIB Last Updated 2019-12-01T07:36:38Z



    Pidie | Kepala biro Wartanad.com untuk kabupaten Pidie provinsi Aceh mendapatkan laporan dari masyarakat Kecamatan Geumpang di Dua  desa Kabupaten Penghasil Kerupuk emping, terkait pertambangan emas ilegal di desa mereka.

    Diduga ada sekitar dua titik lokasi pertambangan tanpa izin (Peti) emas ilegal dengan menggunakan sekitar 17 alat berat jenis excavator di lokasi tambang ilegal tersebut yaitu :
    1) Desa Bangkeh  jumlah Excavator 10 beroperasi mulai dari KM 7- KM 26
    2) Desa Pulo Loih jumlah Excavator ada 7 Unit.
    3) Tambang Tradisional lobang di Gp.Pulo-Loih Kec. Geumpang jumlah 11 Lobang,melibatkan puluhan tenaga kerja.

    Penelusuran mendalam wartanad.com, Pelaku
    "Peti" - Istilah Pertambangan akronim dari pertambangan tanpa izin, yaitu kegiatan eksploitasi bahan galian tanpa mengajukan/memiliki izin pertambangan, sering dilokasi izin pertambangan pihak lain tanpa perencanaan serta praktek pertambangan yang lazim di sungai Geumpang ini diduga berasal dari kabupaten Pidie Jaya, Bireun dan dari luar daerah Aceh, Di samping itu juga ramai dari daerah setempat.Senin (25/11/19).

    Penelusuran  wartanad.com, kegiatan Peti ini disinyalir ada terlibat pihak-pihak aparatur sehingga keberadaan peti ini semakin marak. Penyampaian warga ke media ini meminta aparatur tidak menutup mata dan menindak secara tegas pelaku peti dan perusakan hutan di wilayah kecamatan Geumpang kabupaten pidie.

    Lanjutnya, informasi dari masyarakat selama pertambangan ilegal ini beroperasi telah berdampak terhadap sumber air bersih mereka, dimana selama ini sungai tersebut merupakan sumber air bersih utama bagi mereka. Selain berdampak terhadap sumber air, dampak terbesar juga berpotensi terjadi bencana ekologis banjir bandang. Karena fisik sungai telah rusak akibat kegiatan pertambangan emas ilegal tersebut.

    “Berdasarkan data WALHI Aceh di Laman web RRI.co.id,Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh mencatat, aktifitas penambangan illegal ini menjadi salah satu penyumbang terbesar potensi terjadinya bencana alam di wilayah Geumpang Tangse, seperti bencana banjir.

    “Menurut grafik bencana yang kita catat sejak tahun 2011 hingga 2015, kita punya kasus banjir sebanyak 160 kali. Sementara di tahun 2017 ada 30 kasus. Saya kira ini menjadi bagian dari catatan penting terhadap dampak kerusakan lingkungan sehingga harus menjadi pertimbangan kita bersama dalam melaksanakan pembangunan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Muhammad Nur.


    Semua lokasi tersebut masih aktif beroperasi pertambangan emas ilegal, baik menggunakan alat berat atau mesin sedot di wilayah sungai, maupun pertambangan dalam bentuk gali lobang di daerah pegunungan.

    Pertambangan emas ilegal di Aceh melibatkan puluhan tenaga kerja lokal dan luar daerah, menggunakan zat merkuri, merusak kualitas dan fisik sungai, menggunakan alat berat jenis excavator, berada dalam kawasan hutan lindung, limbah B3 tidak terkelola, dan mesin pengelohan berada di pemukiman penduduk.

    “Pertambangan emas ilegal mulai terjadi sejak tahun 2006, dan sejauh ini terkesan pemerintah Aceh bersama lembaga penegak hukum kurang serius menertibkan kegiatan ilegal tersebut. Untuk itu WALHI Aceh mendesak Pemerintah Aceh dan lembaga penegak hukum untuk melakukan penertiban kegiatan pertambangan emas ilegal di Aceh.

    Karena keberadaannya telah berdampak serius terhadap lingkungan, sumber air bersih, dan sebagai faktor penyebab terjadinya bencana ekologis di Aceh,” tutupnya. Laporan (Fh)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini