Minim Penerangan, Mega Risiko: Kecelakaan Maut Tol Sibanceh Tewaskan Tiga Orang, Sorotan terhadap Infrastruktur Semakin Panas. ( Foto Dokumentasi Wartanad.id)
PIDIE (WARTANAD.ID) – Malam yang seharusnya menjadi perjalanan biasa berubah menjadi tragedi mengerikan di ruas Jalan Tol Sigli–Banda Aceh (Sibanceh). Sebuah Toyota Kijang Innova BL 1503 KT yang melaju dari arah Medan menuju Banda Aceh menabrak beton penutup jalan di KM 11, kawasan Padang Tiji—ruas yang diketahui belum beroperasi resmi—sekitar pukul 23.00 WIB, Rabu (20/8/2025). Akibatnya, tiga nyawa melayang dan dua orang lainnya mengalami luka berat.
Identitas Korban
Polisi mengidentifikasi korban tewas sebagai:
Ibnu Khatab (45), pengemudi, warga Bangka Jaya, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara
Nurjannah (51), penumpang, warga Cot Cubrek, Dewantara
Nurhayati (48), penumpang, warga Bandar Baro, Aceh Utara
Sementara dua korban luka berat adalah Mukhsalmina (61) dan Gunamawan (45), yang kini menjalani perawatan intensif di RSU Banda Aceh.
Kronologi dan Faktor Penyebab
Kapolres Pidie AKBP Jaka Mulyana mengungkapkan bahwa mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Minimnya penerangan membuat pengemudi diduga tidak menyadari adanya beton penutup jalan. Benturan keras tidak terhindarkan.
“Korban meninggal dunia akibat benturan hebat saat kendaraan menabrak beton di jalan tol,” jelas Kapolres.
Polisi baru menerima laporan kecelakaan sekitar pukul 03.00 WIB dini hari. Kerugian material ditaksir mencapai Rp 50 juta.
Sorotan Tajam: Infrastruktur di Tepi Jurang Lintas Tol Sibanceh
Kecelakaan ini menyingkap sisi gelap infrastruktur jalan tol di Aceh. Jalan yang seharusnya aman dan modern ternyata justru menyimpan jebakan maut: penerangan jalan nyaris tak ada, rambu permanen minim, serta beton penutup akses yang berbahaya.
Kondisi ini bukan kali pertama memakan korban. Pada Juni 2024, insiden di KM 38+00 Tol Sibanceh juga menewaskan tiga orang ketika sebuah Honda Freed mengalami pecah ban dan menabrak pikap pekerja. Dua peristiwa berbeda, namun sama-sama mencerminkan rapuhnya sistem keselamatan tol di Aceh.
Tuntutan Serius dari Publik
Tragedi ini memicu tuntutan dari berbagai pihak. Masyarakat Aceh Utara dan Pidie mendesak pemerintah dan pengelola tol segera memasang penerangan jalan, rambu peringatan yang jelas, serta memperbaiki desain beton penutup akses yang rawan menimbulkan kecelakaan.
“Kalau malam, jalan itu gelap sekali. Beton penutup itu tidak terlihat dari jauh. Tolong jangan tunggu ada korban lagi baru diperbaiki,” kata Muzakkir (38), warga Padang Tiji, saat ditemui Wartanad.id.
Dinas Perhubungan Aceh menegaskan akan turun tangan. “Kami sangat prihatin dan akan mengevaluasi fasilitas keselamatan di ruas tol, baik yang sudah operasional maupun yang masih terbatas. Keselamatan pengguna jalan adalah prioritas,” ujar Kepala Dishub Aceh, Ir. Zulkarnaini, M.Si.
Pihak PT Hutama Karya (Persero) selaku pengelola juga menyatakan duka cita dan berjanji menambah penerangan serta rambu peringatan. “Kami segera melakukan evaluasi menyeluruh. Beton penghalang akses akan ditinjau kembali agar tidak membahayakan pengguna jalan,” kata Muhammad Fadli, Humas Hutama Karya Wilayah Aceh.
Ancaman Tragedi Ganda: Nyawa dan Kepercayaan Publik
Pemerintah Aceh sebenarnya menargetkan operasional penuh Tol Sibanceh sepanjang 74 km pada akhir tahun ini. Namun, deretan insiden menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah terkait keselamatan.
Jika kondisi ini dibiarkan, tragedi seperti di KM 11 Padang Tiji berpotensi terulang, bahkan lebih parah. Selain kehilangan nyawa, masyarakat juga bisa kehilangan kepercayaan pada proyek infrastruktur yang diklaim sebagai simbol modernisasi Aceh.
Kesimpulan Investigasi
Kecelakaan maut 20 Agustus 2025 bukan sekadar tragedi lalu lintas, melainkan alarm keras atas kegagalan kolektif menjaga standar keselamatan jalan tol. Minim penerangan, rambu seadanya, serta desain penghalang jalan yang membahayakan adalah potret nyata lemahnya pengawasan.
Jika tidak segera diperbaiki, Jalan Tol Sibanceh akan terus menanggung stigma sebagai “jalan maut” ketimbang jalan harapan.