Tanpa Regulasi Tegas, PPPK Paruh Waktu di Pidie Berpotensi Jadi Kebijakan Tambal Sulam.( Foto Dokumentasi Tim Konsultan Hukum Tuan Muda & Fatner)
Pidie (Wartanad.id) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pidie didesak segera menyusun regulasi yang tegas dan komprehensif terkait penerapan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu. Tanpa adanya payung hukum yang jelas, kebijakan ini dikhawatirkan hanya akan menjadi solusi instan yang penuh risiko dan justru merugikan baik pegawai maupun masyarakat.
Kebutuhan tenaga di sektor pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan administrasi pemerintahan hingga kini masih belum sepenuhnya terpenuhi. Kondisi tersebut membuat wacana penerapan skema PPPK paruh waktu muncul sebagai alternatif solusi. Namun, para pemerhati kebijakan menekankan bahwa skema ini harus diiringi regulasi yang matang, transparan, dan berpihak pada kepentingan publik.
“Pemerintah harus berhati-hati. Jangan sampai PPPK paruh waktu hanya dijadikan cara cepat menutupi kekurangan pegawai, tapi tidak ada jaminan kesejahteraan dan kepastian hukum. Itu bisa menimbulkan masalah baru,” tegas pemerhati kebijakan pemerintahan, Herman Hartono Ginting, SH, Selasa (16/9/2025).
Menurutnya, regulasi yang akan disusun Pemkab Pidie wajib menyentuh sejumlah aspek penting. Mulai dari mekanisme rekrutmen yang transparan, pemberian upah layak, jaminan kesehatan, perlindungan kerja, hingga kesesuaian dengan kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK). Tanpa itu semua, keberadaan PPPK paruh waktu hanya akan menambah beban birokrasi dan menimbulkan ketidakpastian status pegawai.
Hal senada juga disampaikan tokoh muda Pidie, Teuku Rahman, yang menyoroti pentingnya aspek peningkatan kapasitas. “Meski paruh waktu, pegawai tetap harus mendapat kesempatan pelatihan dan pengembangan kompetensi. Jika hal ini diabaikan, kualitas pelayanan publik tidak akan meningkat. Malah sebaliknya, pelayanan akan terkesan asal jalan tanpa peningkatan mutu,” ujarnya.
Risiko Serius Jika Regulasi Tidak Disusun
Sejumlah pihak mengingatkan, jika regulasi PPPK paruh waktu tidak segera diatur secara jelas dan tegas, risiko serius bisa muncul dan mengganggu stabilitas pelayanan publik di Pidie.
1. Ketidakpastian Hukum dan Status Pegawai
Pegawai berpotensi terjebak dalam status abu-abu, tanpa kejelasan hak maupun kewajiban.
2. Kesenjangan Kesejahteraan
Potensi diskriminasi upah dan fasilitas dapat terjadi antara pegawai paruh waktu dan penuh waktu.
3. Beban Anggaran Tidak Terukur
Tanpa perencanaan matang, skema ini bisa menjadi beban berat bagi APBK.
4. Penurunan Kualitas Pelayanan Publik
Pegawai yang tidak sejahtera dan tidak memiliki ruang pengembangan akan sulit memberikan pelayanan maksimal.
5. Potensi Konflik Sosial dan Birokrasi
Status yang tidak jelas berpotensi menimbulkan protes, baik dari kalangan pegawai sendiri maupun masyarakat penerima layanan publik.
Harapan Agar Regulasi Segera Dibuat
Dengan berbagai risiko tersebut, masyarakat berharap Pemkab Pidie tidak menunda penyusunan regulasi PPPK paruh waktu. Kehadiran aturan yang jelas akan menjadi fondasi penting agar kebijakan ini benar-benar menjadi solusi jangka panjang, bukan sekadar kebijakan tambal sulam yang memperburuk persoalan birokrasi.
“Jika regulasi disusun secara matang, PPPK paruh waktu bisa menjadi peluang baru bagi masyarakat yang ingin berkontribusi di sektor pemerintahan sekaligus membantu menutup kebutuhan tenaga kerja di lapangan. Tapi kuncinya ada pada keseriusan Pemkab dalam membuat aturan,” tutup Herman Hartono Ginting.